Pedoman Penetapan Fatwa MUI

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan tatanan sosial kemasyarakatan, budaya, politik dan ekonomi akhir- akhir ini telah menyentuh seluruh aspek kehidupan. Perkembangan dan perubahan zaman tersebut tidak saja membawa berbagai kemudahan dan kebahagiaan, namun juga telah menimbulkan sejumlah perilaku dan persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan, kini hal itu menjadi kenyataan.

Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam Indonesia semakin tumbuh berkembang di bumi Nusantara ini. Oleh karena itu,merupakan sebuah keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat Islam senantiasa berusaha mendapatkan jawaban yang tepat dari sudut pandang ajaran Islam.

Pandangan ajaran Islam tentang hal tersebut boleh jadi telah termuat – baik secara tersurat dan tersirat – dalam sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Tidak tertutup pulakemungkinan bahwa hal-hal tersebut telah termuat dalam khazanah klasik karya para imam madzhabdan para ulama terdahulu, baik secara tegas ataupun dengan perumpamaan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang terjadi pada masa lalu.

Jika jawaban persoalan itu telah terkandung dalam Al-Quran dan Hadist maupun dalam khazanah klasik, permasalahannya tetap belum selesai sampai disitu, karena tidak semua orang dapat menelaahnya secara langsung, bahkan akan menjadi semakin kompleks jika mengenainya belum pernah dibicarakan sama sekali.

Dalam menyikapi hal tersebut di atas, para ulama berkewajiban untuk memahami kembali Al-Quran dan Hadist serta mengkaji ulang khazanah pemikiran Islam klasik dengan spirit yang baru. Ulama adalah penyambung lidah agama yang bertugas mendekatkan jarak masa lalu dengan masa kini dengan merekonstruksi kembali pemahaman khazanah Islam dengan cara yang lebih mengena dengan kondisi kekinian sesuai dengan perkembangan zaman tanpa menyalahi kaidah ajaran agama Islam, selaras dengan firman Allâh SWT :

?????? ???? ??????? ???? ??? ??? ???? ? ? ? ????? ?????? 

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab [al-Quran] untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri(QS. Al-Nahl 89).

Majelis Ulama Indonesia (MUI), yangmerupakan wadah musyawarah para ulama, zu’amadan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga yang berkompeten dalam menjawab dan memecahkan setiap masalah sosial keagamaan yang dihadapi oleh masyarakat luas.

Sejalan dengan hal tersebut, sudah sewajarnya bila MUI, sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional XI tahun 2015, senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas peran dan kinerjanya, terutama dalam memberikan jawaban dan solusi keagamaan terhadap setiap permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memenuhi harapan umat Islam Indonesia yang semakin kritis dan tinggi kesadaran keberagamaannya.

Sebagai wujud nyata dalam usaha untuk memenuhi harapan tersebut di atas, Majelis Ulama Indonesia memandang bahwa Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI yang ditetapkan dan disempurnakan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia melalui Sidang Pleno di Jakarta, tanggal 22 Syawal 1424 H / 16 Desember 2003 M, dipandang perlu untuk ditetapkan sebagai Peraturan Organisasi yang mengikat MUI di semua tingkatan.

Atas dasar itu, Majelis Ulama Indonesia perlu mengeluarkan pedoman baru yang memadai, cukup sempurna dan transparan terkait pedoman dan prosedur pemberian jawaban masalah keagamaan, dengan prinsip sistematis (tafshiliy), argumentatif(berpijak pada dalil syar’i), kontekstual (waqi’iy), dan aplikatif (tathbiqy), dengan ketentuan lengkap sebagai berikut:

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam surat keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Majelis Ulama Indonesia (disingkat MUI) adalah MUI Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
  2. Majelis Ulama Indonesia Daerah (disingkat MUI Daerah) adalah MUI Propinsi yang berkedudukan di Ibukota Propinsi atau MUI Kabupaten/Kota yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
  3. Dewan Pimpinan adalah : a. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia. b. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Daerah.
  4. Komisi adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Daerah.
  5. Pimpinan dan Anggota Komisi adalah Pimpinan dan Anggota Komisi Fatwa berdasarkan ketetapan Dewan Pimpinan.
  6. Rapat adalah rapat Komisi Fatwa yang dihadiri oleh anggota komisi dan peserta lain yang dipandang perlu untuk membahas masalah hukum yang akan difatwakan.
  7. Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum.
  8. Fatwa MUI adalah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI secara tertulis tentang suatu masalah keagamaan yang telah disetujui oleh anggota Komisi dalam rapat komisi.
  9. Fatwa Produk Halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI mengenai produk pangan, obat-obatan dan kosmetika.
  10. Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahidin masa lalu tentang suatu masalah agama.
  11. Qiyas adalah pemberlakuan hukum sesuatu yang disebutkan dalam nash Al-Qur’an atau Hadis kepada sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya oleh nash karena kesatuan illat hukum di antara keduanya.
  12. Istihsan adalah pemberlakuan maslahat juz’iyahketika berhadapan dengan kaidah umum.
  13. Maslahah Mursalah adalah kemaslahatan yangtidak mempunyai dasar nash syar’i tertentu secara khusus tetapi juga tidak ada pengingkaran.
  14. Ilhaq adalah pemberlakuan hukum ijtihadiyah yang terdokumentasi kepada masalah baru karena ketiadaan nash dan diperoleh indikasi kuat kesamaan antara keduanya
  15. Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (disingkat LPPOM MUI) adalah Lembaga Semi Otonom yang dibentuk untuk menjalankan fungsi MUI dalam mengkaji kehalalan suatu produk pangan, obat dan kosmetika serta barang gunaan lainnya dalam perspektif sains dan teknologi sebagai dasar dalam
  16. menetapkan status hukum atas suatu produk yang akan disertifikasi halal.
  17. Dewan Syari’ah Nasional (DSN) adalah dewan yangdibentuk oleh Majeli Ulama Indonesia untuk menangani masalah-masalah yang berhubungandengan aktifitas lembaga keuangan syari’ah.
  18. Auditor Halal adalah orang yang ditugaskan oleh LPPOM MUI untuk melakukan audit halal setelah melalui proses seleksi yang mencakup kompetensi, kualitas, dan integritas, serta lulus pelatihan yang diadakan oleh LPPOM MUI, dan berfungsi sebagai wakil dari ulama dan saksi untuk mencari fakta tentang produksi halal di perusahaan.
  19. Auditing adalah proses pemeriksaan atau penilaian secara sistematik, independen dan terdokumentasi yang dilakukan oleh Auditor Halal untuk menentukan apakah penerapan Sistem Jaminan Halal berjalan sesuai dengan ketentuan.
  20. Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI melalui keputusan sidang Komisi Fatwa yang menyatakan kehalalan suatu produk berdasarkan proses audit.

MEWUJUDKAN BALDATUN THOYYIBATUN